Baiti Rahma
Sebagai lulusan SMK, minat melanjutkan pendidikan ke
perguruan tinggi bukanlah prioritas utama, pun demikian halnya dengan mengajar
di sekolah-sekolah. Para siswa pada semester pertama kelas sepuluh lebih sering
dijejali teori-teori keahlian dari pada materi pelajaran, IPA nya saja IPA terpadu,
IPS nya saja IPS terpadu, Matematika-pun Matematika dasar. Mata pelajaran hanya
gambaran umum sebagai bekal Ujian Nasional.
Ya, kata orang “lulus SMK bisa langsung kerja”,
kata orang lagi “SMK itu sekolah mahal, banyak biaya dan siswanya Mbeling-mbeling
(nakal). Tapi itu kata orang, kata mereka yang anak-anaknya sekolah di
sekolah umum, yang terkenal pandai, yang umum dengan buku-buku, yang pakai kaca
mata dan giat belajar.
Itu hanyalah stigma, bagi mereka yang takut Nyemplung,
bagi mereka takut basah-basahan. SMK tidak semiring itu, buktinya,
banyak juga alumni SMK yang punya gelar sarjana, banyak anak SMK yang bukan
hanya pekerja, banyak dari mereka yang bisa mengajar di sekolah-sekolah, bahkan
kelebihan mereka tak banyak dimiliki orang lain.
Sekarang mana ada ada anak yang tidak Mbeling, santri
sekalipun kadang ada juga yang menyusup keluar pondok, anak SMA keluyuran
ketika jam pelajaran. Lalu apa bedanya memilah-milah tingkatan anak sekolah. Baik
SMA, SMK atau Aliyah juga bisa berkarya. Tidak berhenti saja setelah wisuda. Yang
laki-laki kerja yang perempuan nikah, Selesai.
“Sudahlah ndak usah melanjutkan nduk, perempuan tugas
ahirnya pasti di dapur, masak, nyuci piring, ngurus anak, nyapu, nyiapin baju
kerja suami”. Sudah itu saja, terima kodrat sebagai perempuan. Kata bude,
bulek, tante, paman, om nya seperti itu. Kalau perempuan Cuma sendiko dawuh
saja, ya sudah tamat riwayat!, menikah dini punya anak, bingung begini bingung
begitu, ilmu sekolah sudah hilang, lupa.
Lalu yang laki-laki, bisa saja di jadi pekerja kaya, beli properti
ini itu, punya dompet semeter tebalnya. Tapi kalau cuma pekerja, selesai jika
hanya berhenti sebagai anak buah.
Yang paling aman bagi zona para lulusan, tetaplah jadi
pengusaha, pengusaha yang tidak pernah mati, pengusaha yang semangatnya tinggi,
penggusaha yang bisa mengusahakan usaha-usaha mereka, pengusaha yang menjadi
wadah, pengusaha yang menyediakan tempat kerja, pengusaha yang gemar
bersedekah, pengusaha yang bahagia dan membawa berkah, pengusaha yang tidak
lupa dengan Tuhan Yang Maha Esa, pengusaha yang sukses dunianya dan pengusaha
yang kuat imannya.
Tidak kurang dari satu juta sarjana lulus, tidak kurang
dari bibit-bibit masa depan yang terbengkalai, tidak banyak dari mereka yang
bingung mau ke mana. Kalau mengandalkan gaji, kerja sebulan habis satu minggu,
itu sudah rumus yang teruji, siklus berulang setiap bulan berganti. Kebutuhan selalu
bertambah, keinginan ingin dituruti tapi kalau sudah paten, mau tidak mau harus
bersabar, nunggu lagi nunggu lagi.
Rumus itu berlaku bagi mereka yang bekerja, bagaimana
dengan yang tidak bekerja?. Bagi mereka yang kerjanya tidak diakui, Bagi mereka
yang setia menunggu suami hingga sore hari, bagi mareka yang tidak punya banyak
jam untuk istirahat. Ketika mata terbuka, terbuka pula tuntutan rumah tangga,
menyiapkan sarapan, mengantar sekolah. Anak berangkat suami berangkat, ganti
bersih-bersih, ganti masak, ganti mencuci, mengepel dan sebagainya. Baru selesai
anak pulang sekolah, jemput si kecil nyuapi makan menidurkan dan selanjutnya
suami yang pulang, menyiapakan ini itu lagi terus sampai pagi lagi, berputar
lagi pagi lagi malam lagi.
Bisa dibayangkan pekerja apa yang tidak bisa ambil cuti
meski sehari, itupun nggak dapat gaji, gaji tidak utuh, tidak sempat masuk
laci. Ya, memang nasib.
Apakah boleh merasa bosan dan tertekan?. Ah itu bukan
alasan. Ilmu sekolah dulu pasti masih ada lah yang Nyantol meski
sedikit, misal mengajar les kah, atau yang suka seni bisa membuat pernak-pernik
karya tangan. Siapa tahu dari les privat bisa berkembang jadi lembaga bimbingan
belajar, siapa tahu yang hobby bikin pernik bisa menciptakan lapangan kerja,
minimal buat tetangga, mengalir saja. Selain memanfaatkan waktu, memanfaatkan
ilmu, mencerdaskan generasi muda, membantu keuangan yang lainnya, para ibu
rumah tangga tak perlu keluar rumah. Biarkan suami kerja, itu tugasnya. Jadikan
ia donatur, penyumbang terbesar yang tetap, suporter utama, partner special dalam hidup kita. Bolehlah bagi tugas
rumah tangga, agar kata minta Cuti Sehari tidak menjadi alasan para istri
melampiaskan kebosanan waktunya.
#Be creative n Innovative Person
Tidak ada komentar:
Posting Komentar