SELAMAT DATANG DI BLOG B3 Baiti Bbytieh Blog

Sabtu, 04 Juni 2016

Mas, aku minta CUTI sehari!!



Baiti Rahma
Surabaya, 04 Juni 2016   
 
            Sebagai lulusan SMK, minat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi bukanlah prioritas utama, pun demikian halnya dengan mengajar di sekolah-sekolah. Para siswa pada semester pertama kelas sepuluh lebih sering dijejali teori-teori keahlian dari pada materi pelajaran, IPA nya saja IPA terpadu, IPS nya saja IPS terpadu, Matematika-pun Matematika dasar. Mata pelajaran hanya gambaran umum sebagai bekal Ujian Nasional.
            Ya, kata orang “lulus SMK bisa langsung kerja”, kata orang lagi “SMK itu sekolah mahal, banyak biaya dan siswanya Mbeling-mbeling (nakal). Tapi itu kata orang, kata mereka yang anak-anaknya sekolah di sekolah umum, yang terkenal pandai, yang umum dengan buku-buku, yang pakai kaca mata dan giat belajar.
            Itu hanyalah stigma, bagi mereka yang takut Nyemplung, bagi mereka takut basah-basahan. SMK tidak semiring itu, buktinya, banyak juga alumni SMK yang punya gelar sarjana, banyak anak SMK yang bukan hanya pekerja, banyak dari mereka yang bisa mengajar di sekolah-sekolah, bahkan kelebihan mereka tak banyak dimiliki orang lain.
            Sekarang mana ada ada anak yang tidak Mbeling, santri sekalipun kadang ada juga yang menyusup keluar pondok, anak SMA keluyuran ketika jam pelajaran. Lalu apa bedanya memilah-milah tingkatan anak sekolah. Baik SMA, SMK atau Aliyah juga bisa berkarya. Tidak berhenti saja setelah wisuda. Yang laki-laki kerja yang perempuan nikah, Selesai.
            Sudahlah ndak usah melanjutkan nduk, perempuan tugas ahirnya pasti di dapur, masak, nyuci piring, ngurus anak, nyapu, nyiapin baju kerja suami”. Sudah itu saja, terima kodrat sebagai perempuan. Kata bude, bulek, tante, paman, om nya seperti itu. Kalau perempuan Cuma sendiko dawuh saja, ya sudah tamat riwayat!, menikah dini punya anak, bingung begini bingung begitu, ilmu sekolah sudah hilang, lupa.
            Lalu yang laki-laki, bisa saja di jadi pekerja kaya, beli properti ini itu, punya dompet semeter tebalnya. Tapi kalau cuma pekerja, selesai jika hanya berhenti sebagai anak buah.
            Yang paling aman bagi zona para lulusan, tetaplah jadi pengusaha, pengusaha yang tidak pernah mati, pengusaha yang semangatnya tinggi, penggusaha yang bisa mengusahakan usaha-usaha mereka, pengusaha yang menjadi wadah, pengusaha yang menyediakan tempat kerja, pengusaha yang gemar bersedekah, pengusaha yang bahagia dan membawa berkah, pengusaha yang tidak lupa dengan Tuhan Yang Maha Esa, pengusaha yang sukses dunianya dan pengusaha yang kuat imannya.
            Tidak kurang dari satu juta sarjana lulus, tidak kurang dari bibit-bibit masa depan yang terbengkalai, tidak banyak dari mereka yang bingung mau ke mana. Kalau mengandalkan gaji, kerja sebulan habis satu minggu, itu sudah rumus yang teruji, siklus berulang setiap bulan berganti. Kebutuhan selalu bertambah, keinginan ingin dituruti tapi kalau sudah paten, mau tidak mau harus bersabar, nunggu lagi nunggu lagi.
            Rumus itu berlaku bagi mereka yang bekerja, bagaimana dengan yang tidak bekerja?. Bagi mereka yang kerjanya tidak diakui, Bagi mereka yang setia menunggu suami hingga sore hari, bagi mareka yang tidak punya banyak jam untuk istirahat. Ketika mata terbuka, terbuka pula tuntutan rumah tangga, menyiapkan sarapan, mengantar sekolah. Anak berangkat suami berangkat, ganti bersih-bersih, ganti masak, ganti mencuci, mengepel dan sebagainya. Baru selesai anak pulang sekolah, jemput si kecil nyuapi makan menidurkan dan selanjutnya suami yang pulang, menyiapakan ini itu lagi terus sampai pagi lagi, berputar lagi pagi lagi malam lagi.
            Bisa dibayangkan pekerja apa yang tidak bisa ambil cuti meski sehari, itupun nggak dapat gaji, gaji tidak utuh, tidak sempat masuk laci. Ya, memang nasib.
            Apakah boleh merasa bosan dan tertekan?. Ah itu bukan alasan. Ilmu sekolah dulu pasti masih ada lah yang Nyantol meski sedikit, misal mengajar les kah, atau yang suka seni bisa membuat pernak-pernik karya tangan. Siapa tahu dari les privat bisa berkembang jadi lembaga bimbingan belajar, siapa tahu yang hobby bikin pernik bisa menciptakan lapangan kerja, minimal buat tetangga, mengalir saja. Selain memanfaatkan waktu, memanfaatkan ilmu, mencerdaskan generasi muda, membantu keuangan yang lainnya, para ibu rumah tangga tak perlu keluar rumah. Biarkan suami kerja, itu tugasnya. Jadikan ia donatur, penyumbang terbesar yang tetap, suporter utama, partner special dalam hidup kita. Bolehlah bagi tugas rumah tangga, agar kata minta Cuti Sehari tidak menjadi alasan para istri melampiaskan kebosanan waktunya. 
#Be creative n Innovative Person

Tidak ada komentar:

Posting Komentar