SELAMAT DATANG DI BLOG B3 Baiti Bbytieh Blog

Senin, 13 Juni 2016

WARUNG KIKIL

Baiti Rahma
Surabaya, 13 Juni 2016
 Jarene pak guru, yen wis melbu ulan Ramadhan, tiap-tiap muslim sing mampu iku wajib pasa. Wiwit Tok-tok.e Subuh sampek bedug maghrib.
 "Buk, ibuk. Nopo.o lo buk, kok pasa?"
"Anakku sayang, pasa iku kanggo latihan, latihan supaya anak.e ibuk dadi anak sing rendah hati, dadi anak sing jembar atine, luas kesabarane".
"Tapi warung2 akeh sing bukak, bukak.e mung setengah badan buk??".
"Iki ulan pasa nak, pasa ulane. Yen Bakule buka warung terserah. Sapa ngerti iku bakul sing ora wajib pasa, sapa ngerti yen bakule ora pasa.

Minggu, 12 Juni 2016

Kiblat Masjid UINSA Berubah???



Baiti rahma
Surabaya, 12 Juni 2016   
       
            Pengen makan, aku lapar sekali. Beruntung, ada penjual lontong kupang. Ia setengah baya, berkaos abu-abu dengan pantalon warna krem.
            “Pak, Setunggal”.
            “Iya mbak”
            Menu kupang bapak ini beda, pikirku. Kalau biasanya pakai kerang kecil-kecil alias lembut, kali ini ukurannya lebih besar, sebesar jempol orang dewasa. Kalau biasanya pakai lontong di iris, kali ini pakai nasi liwet, tempat makannya pun bukan piring tapi mangkok stainless warna perak. Seperti makan bubur kolot rasa petis.
            “Pak, bapak tunggu di sini aja”.
            Tadi malam, di depan gorden depan kontrakan aku tenang memakannya, sambil sesekali mengamati bapak penjual menunggu kuali pikulannya.
            “Loh bapak ngapain masuk rumah, mau apa pak, kok bawa cangkir kopi saya, bapak mau minum?, biar saya yang ambilkan”.
            Si bapak diam tanpa menjawab, main masuk aja, aku kan ga enak. Lagi pula teman-teman kontrakan lainnya sudah pada tidur. Takut si bapak bertindak nggak bener.
            “Nah, tuh. Handphone saya kenapa diambil pak?. Tolong-tolong”.
            Ada beberapa orang yang keluar rumah dan menghampirku. Sedang Bapak penjual tadi lari terbirit-birit, mungkin ia takut kalau jadi mangsa warga. Dan  lenyap begitu saja, mudah saja ia menghilang karena gelap.
            Sejak malam itu, aku seperti diawasi. Menjadi mudah gelisah, lebih-lebih setelah mengaduk-aduk sisa porsi Lontong kupang yang tak kuhabiskan semalam, kerang yang kusebut begitu lembut ternyata bukan jenis kerang, tapi semacam daging potongan, pun juga bukan daging, potongan sebesar jempol itu ternyata bekicot, sejenis siput liar di halaman rumah.
            “Iiiiiih”, bayanganku merinding.
            Ingin sekali berteriak dan marah pada diri sendiri, sembarangan jajan, pun tak mau hati-hati.
            “Oh ternyata semalam aku belum bayar makananku”.
            Entah ini perasaanku atau bagaimana, ketika beberapa lembar uang yang ku bawa ternyata hilang gambarnya, menjadi kertas kosong tanpa ada nilainya, kosong, buram seperti warna kertas daur ulang.
            “apa-apaan ini” , kataku
            Belum selesai aku meredakan hatiku yang resah, ternyata kulihat ada yang aneh lagi. Beberapa mahasiswa yang sedang shalat di masjid kampus, masjid Ulul Albab UINSA telah berganti kiblat, bukan lagi menghadap ke barat tapi ke utara.
            “Loh, kok berubah?”.
            “Iya mbak, kiblatnya berbeda sekarang”.
            Aku cuma melongo, hampir tak percaya dengan pengalaman terahir ini, entah Karena pikiran apa sebelumnya. Hingga ketika aku terkejut saat merasakan tanganku ditarik, dan mendengar ada yang memanggil.
            “Dek, ayo bangun. Sahur, udah mau imsyak”.   
 Aku baru sadar bahwa itu semua ternyata mimpi.
           








Sabtu, 11 Juni 2016

Bbaiti Bytieh Blog: Kiblat Masjid UINSA Berubah???

Bbaiti Bytieh Blog: Kiblat Masjid UINSA Berubah???: Baiti rahma Surabaya, 12 Juni 2016                         Pengen makan, aku lapar sekali. Beruntung, ada penjual lontong kupan...

Selasa, 07 Juni 2016

GUNDUL PACUL



Baiti Rahma

Surabaya, 07/06/16



Anak-anak itu berderu setiap pagi
Mereka polos tapi penuh misi
Mereka sederhana tapi menggugah hati
Tanpa unsur ingin dipuji
Mereka menyanyi dengan santai
Mereka memanggil ibu-ibu dari mimpi
Mereka membangunkan bapak-bapak dari tidur malam ini

Pukul dua dini hari
Mereka mulai mengitari
Berjalan tanpa berlari
Memukul alat dengan rapi sekali

Gundul-gundul pacul bukanlah lirik tiada artinya
Sorak sahur-sahur bukan kata tanpa makna
Gundul Pacul berarti kepala tanpa mahkota
Berarti Petinggi penuh wibawa
Berarti pemimpin tanpa mengharap dimulia

Pacul papat kang ucul
Mata, telinga, hidung dan mulut untuk kebaikan yang harus muncul
Tak baik jika pemimpin bertitah gembelengan
bercongkak hati dengan kekuasaan
lagi, Nyunggi wakul gembelengan
wakul adalah simbol kesejahteraan
Lupa bahwa bakul-amanah sedang ia emban

Wakul ngglimpang segane dadi sak latar, akhirnya
Bakul terguling nasi tumpah kemana-mana
Gagal-lah ia mengemban amanah

Gundul-gundul pacul  masih mereka nyanyikan dengan irama
Nampaknya mereka begitu bahagia
Mereka bagitu istiqomah
Dengan semangat menyala-nyala
Menggoda lelap agar mata terbuka

Senin, 06 Juni 2016

Bbaiti Bytieh Blog: GUNDUL PACUL

Bbaiti Bytieh Blog: GUNDUL PACUL: Baiti Rahma Surabaya, 07/06/16 Anak-anak itu drumband setiap pagi Mereka polos tapi penuh misi Mereka sederhana ta...

Minggu, 05 Juni 2016

Cece momy Crafter

Baiti Rahma
Surabaya, 05/06/16
"Sidoarjo, kota lumpur nun jauh di mata. Kota angkot warna kuning kulit pisang. Kota penuh pesona ketika malam. Tapi hari ini belum juga malam, masih siang penuh lalu lalang kendaraan".
Jl. Mangonsidi 104 Sidoarjo, daerah yang mana?, yang jelas pasti sangat jauh, lebih dari lima lampu merah terlewati, tetap saja tak sampai. Apakah masih jauh pak?, ya mbak. Ah, diri ini telah menjadi letih, bergantung pada kebaikan pak sopir mengantar kami, menuju tempat yang  belum pernah kami kunjungi. Berbekal kotak, tapi  bukan kotak nasi, adanya lem tembak, gunting dan benang juga jarum. Orang bilang kita mau piknik, seperti anak-anak dengan bontotan penuh isi. Yang benar saja mau piknik, kita sedang bingung mencari alamat.
"100, 101, 102, 104....ya itu pak tempatnya, tapi apa betul?".
Ya betul mbak, itu tulisannya 104, dan ini daerah Mangonsidi.
Kami turun menuju sebuah tempat, di sana berdiri seorang lelaki, penjaga pintu mengamati, sepertinya ia ingin bertanya, mau kemanakah kami?, dengan busana penutup kepala.
"Apa ndak salah alamat??", katanya
Memang, ketika kulihat agak dekat samar-samar terlihat patung seorang dewi di atas sebuah kolam, juga ada patung-patung lain seperti pujaan.
"jangan-jangan kita memang salah alamat mbak", aku berkata pada temanku
"Iya dek, Jangan-jangan kita memang salah alamat".
Ternyata tidak, pikiran itu segera hilang ketika seorang perempuan bermata sipit menyapa kami.
"Mau ikut pelatihan ya, mari masuk".
"Mbaaak, lihat ke atas, Salib dipasang di pintu, apakah ini sebuah tempat ibadah sedangankan kita tak sama dengan mereka, ayo pulang kita salah alamat". bisik-bisik kali ini tanpa suara
Ada perasaan was-was, karena ini kali pertama berada dalam aula yang tak sama. sekejap hening, tak lama berlalu ruangan mulai ramai.
"Assalamualaikum, sekali, assalamualaikum dua kali, assalamualaikum tiga kali dan seterusnya". Silih berganti peserta pelatihan datang. oh ternyata.......aku telah berprasangka.  
Manusia tempatnya salah dan dosa, belum-belum sudah berprasangka, tak baik pula. kali ini bukan kajian tentang agama, lakum diinukum waliyadin. Tidak ada campur tangan aqidah di kelas kita. Ini adalah momen karya seni, ini adalah sore berbagi, ini adalah saat bertemu para crafter dan pembuat kerajinan tangan. Bayangan-bayangan tentang kali pertama, bayangan-bayangan tentang prasangka bergantilah sudah.
Mereka adalah pemilik mata sipit, para cece-cece yang murah hati, para kakak keturunan tionghoa berkulit putih yang dermawan sekali, Bukannya menarik harga malah memberi nilai.
"Saya senang sekali bertemu para Crafter, para creator Handmade, para ibu muda dan juga remaja yang tak suka jadi pengangguran, para wanita yang tidak melulu mengoyak jatah suami, para wanita yang bisa bekerja tanpa batas waktu. Saya ucapkan banyak terima kasih, rekan-rekan telah berkenan hadir dalam pelatihan ini". kata Ce Fangling
Di akhir sesi, barulah paham diriku ini, mereka adalah sahabat yang paling bersahabat. Yang tidak juga suka menuntut, seperti kata banyak orang,
"Orang mata sipit itu suka perhitungan".

Sabtu, 04 Juni 2016

Mas, aku minta CUTI sehari!!



Baiti Rahma
Surabaya, 04 Juni 2016   
 
            Sebagai lulusan SMK, minat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi bukanlah prioritas utama, pun demikian halnya dengan mengajar di sekolah-sekolah. Para siswa pada semester pertama kelas sepuluh lebih sering dijejali teori-teori keahlian dari pada materi pelajaran, IPA nya saja IPA terpadu, IPS nya saja IPS terpadu, Matematika-pun Matematika dasar. Mata pelajaran hanya gambaran umum sebagai bekal Ujian Nasional.
            Ya, kata orang “lulus SMK bisa langsung kerja”, kata orang lagi “SMK itu sekolah mahal, banyak biaya dan siswanya Mbeling-mbeling (nakal). Tapi itu kata orang, kata mereka yang anak-anaknya sekolah di sekolah umum, yang terkenal pandai, yang umum dengan buku-buku, yang pakai kaca mata dan giat belajar.
            Itu hanyalah stigma, bagi mereka yang takut Nyemplung, bagi mereka takut basah-basahan. SMK tidak semiring itu, buktinya, banyak juga alumni SMK yang punya gelar sarjana, banyak anak SMK yang bukan hanya pekerja, banyak dari mereka yang bisa mengajar di sekolah-sekolah, bahkan kelebihan mereka tak banyak dimiliki orang lain.
            Sekarang mana ada ada anak yang tidak Mbeling, santri sekalipun kadang ada juga yang menyusup keluar pondok, anak SMA keluyuran ketika jam pelajaran. Lalu apa bedanya memilah-milah tingkatan anak sekolah. Baik SMA, SMK atau Aliyah juga bisa berkarya. Tidak berhenti saja setelah wisuda. Yang laki-laki kerja yang perempuan nikah, Selesai.
            Sudahlah ndak usah melanjutkan nduk, perempuan tugas ahirnya pasti di dapur, masak, nyuci piring, ngurus anak, nyapu, nyiapin baju kerja suami”. Sudah itu saja, terima kodrat sebagai perempuan. Kata bude, bulek, tante, paman, om nya seperti itu. Kalau perempuan Cuma sendiko dawuh saja, ya sudah tamat riwayat!, menikah dini punya anak, bingung begini bingung begitu, ilmu sekolah sudah hilang, lupa.
            Lalu yang laki-laki, bisa saja di jadi pekerja kaya, beli properti ini itu, punya dompet semeter tebalnya. Tapi kalau cuma pekerja, selesai jika hanya berhenti sebagai anak buah.
            Yang paling aman bagi zona para lulusan, tetaplah jadi pengusaha, pengusaha yang tidak pernah mati, pengusaha yang semangatnya tinggi, penggusaha yang bisa mengusahakan usaha-usaha mereka, pengusaha yang menjadi wadah, pengusaha yang menyediakan tempat kerja, pengusaha yang gemar bersedekah, pengusaha yang bahagia dan membawa berkah, pengusaha yang tidak lupa dengan Tuhan Yang Maha Esa, pengusaha yang sukses dunianya dan pengusaha yang kuat imannya.
            Tidak kurang dari satu juta sarjana lulus, tidak kurang dari bibit-bibit masa depan yang terbengkalai, tidak banyak dari mereka yang bingung mau ke mana. Kalau mengandalkan gaji, kerja sebulan habis satu minggu, itu sudah rumus yang teruji, siklus berulang setiap bulan berganti. Kebutuhan selalu bertambah, keinginan ingin dituruti tapi kalau sudah paten, mau tidak mau harus bersabar, nunggu lagi nunggu lagi.
            Rumus itu berlaku bagi mereka yang bekerja, bagaimana dengan yang tidak bekerja?. Bagi mereka yang kerjanya tidak diakui, Bagi mereka yang setia menunggu suami hingga sore hari, bagi mareka yang tidak punya banyak jam untuk istirahat. Ketika mata terbuka, terbuka pula tuntutan rumah tangga, menyiapkan sarapan, mengantar sekolah. Anak berangkat suami berangkat, ganti bersih-bersih, ganti masak, ganti mencuci, mengepel dan sebagainya. Baru selesai anak pulang sekolah, jemput si kecil nyuapi makan menidurkan dan selanjutnya suami yang pulang, menyiapakan ini itu lagi terus sampai pagi lagi, berputar lagi pagi lagi malam lagi.
            Bisa dibayangkan pekerja apa yang tidak bisa ambil cuti meski sehari, itupun nggak dapat gaji, gaji tidak utuh, tidak sempat masuk laci. Ya, memang nasib.
            Apakah boleh merasa bosan dan tertekan?. Ah itu bukan alasan. Ilmu sekolah dulu pasti masih ada lah yang Nyantol meski sedikit, misal mengajar les kah, atau yang suka seni bisa membuat pernak-pernik karya tangan. Siapa tahu dari les privat bisa berkembang jadi lembaga bimbingan belajar, siapa tahu yang hobby bikin pernik bisa menciptakan lapangan kerja, minimal buat tetangga, mengalir saja. Selain memanfaatkan waktu, memanfaatkan ilmu, mencerdaskan generasi muda, membantu keuangan yang lainnya, para ibu rumah tangga tak perlu keluar rumah. Biarkan suami kerja, itu tugasnya. Jadikan ia donatur, penyumbang terbesar yang tetap, suporter utama, partner special dalam hidup kita. Bolehlah bagi tugas rumah tangga, agar kata minta Cuti Sehari tidak menjadi alasan para istri melampiaskan kebosanan waktunya. 
#Be creative n Innovative Person

Jumat, 03 Juni 2016

Bbaiti Bytieh Blog: Mas, aku minta CUTI sehari!!

Bbaiti Bytieh Blog: Mas, aku minta CUTI sehari!!: Baiti Rahma Surabaya, 04 Juni 2016                    Sebagai lulusan SMK, minat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi buk...

Selasa, 31 Mei 2016

TUHAN, BOLEHKAH AKU MENGELUH??



Baiti Rahma, Surabaya (01/06/16)


Hai Penyu, apa yang kamu lakukan?. Boleh aku duduk bersamamu?.
Tentu saja Pipit. Kamu dari mana?
Aku dari pantai mengunjungi pohon kelapa.
            Pagi bersemi, pancaran mentari mulai menjalar lagi. Gulung gemulung bisik gelombang kembali bernyanyi. Nyiurpun melambai-lambai memanggil sahabatnya kemari. Hai jangan kalian saling mengejar, bagaimana kalau ada gundukan pasir dan kalian menabraknya. Hai, teman kemarilah, duduklah di bawah pelepahku yang mengepak ini.
            Dengan semangat sekali penyu dan pipit berlari. Mereka meghampiri satu sahabatnya lagi. Tak peduli dahagapun mereka terus berlomba, biasanya yang menang akan dapat hadiah, hadiah karangan bunga sebagai mahkota.
            Aku bahagia sekali teman-teman.
            Kenapa?, Penyu dan pohon kelapa sontak bersamaan
Pekan depan ibuku akan mengajakku ke desa seberang, kata ibu kita akan memulai hidup baru di sana. Tapi aku juga begitu sedih, itu artinya kita akan berpisah untuk waktu yang lama.
            Pipit, Penyu dan Pohon kelapa saling memeluk, satu sahabat mereka akan pergi mengikuti ibunya, pipit tak akan mencicit di sini dan mereka membuat janji. Penyu membuat lubang pasir lalu menanam tiga batu besar di bawah pohon kelapa. Ia berkata, “kita akan bertemu lagi di sini teman-temanku”.
            Hari berganti, bulanpun berlalu. Tahun demi tahun beranjak begitu saja. Gemuruh air laut kadang maju lalu mundur lagi, berulang-ulang selalu seperti itu. Kapal-kapal nelayan bergoyang kanan kiri, ada yang menebar jaring lalu mengangkatnya. Ada juga yang melaju pelan dengan sampannya. Mereka menikmati setiap usapan angin liar pada anak rambutnya.
            Hari ini, 1 Juni 2016. Tiga sahabat kecil telah menjadi remaja. Mereka berjanji untuk berjumpa pada tanda gundukan pasir. Pohon kelapa dengan setia menunggu, tak cukup sekali ia meniup angin agar pasir-pasir tidak mengubur dalam batu persahabatannya. Ia menatap jauh ke lautan, melamun, membayangkan betapa segarnya jika ia bisa berendam di sana. Meski semenit ia belum juga merasakannya. Ia terperanjat ketika gelombang itu membawa sesuatu. Sesuatu yang setengah mengapung tiba-tiba mendekat. Terus mendekat hingga ahirnya jelas sekali. Sebuah tempurung yang pernah ia kenal, bergambar nama yang pernah ia dengar.
            “Aih, kaukah itu?”. Ia bergumam sendiri. Kilapan cahaya panas membuatnya mengamati.
            “Pohon kelapaaaaaa”.
            Suara itu membuatnya tertegun. Benar saja, ia adalah si Penyu. Sahabat cantiknya yang pelan sekali ketika berjalan. Ia bercerita bahwa di tengah laut tadi ia bertemu dengan Pipit yang cerewet, badanya lebih berisi dan nyanyiannya begitu manis sekarang.
“Aih, benarkah Penyu?”.               
“Iya, pohon kelapa”.
            Setelah bertemu, Penyu, Pipit dan juga pohon kelapa saling bercerita. Pipit berceloteh riang sekali, ia bahagia ketika sampai di desa seberang. Di sana sangat permai, banyak petani yang menanam padi, ia bisa makan sepuasnya, lalu ketika sore hari ia akan terbang mengelilingi danau lalu menari bersama kupu-kupu. Malamnya ia akan tidur dengan hangat di atas pohon rindang. Dan paginya menyaksikan kerbau-kerbau membajak sawah.
            Belum selesai Pipit bercerita, Penyu menambah kisahnya. “aku juga bahagia sekali, empat tahun terahir ini aku selalu berpindah dari satu benua ke benua lainnya, airnya sangat biru. Aku bertemu ikan warna-warni dan juga paus hiu yang begitu besar. Kadang aku berjemur di pantai dan bermain pasir. Di sana juga banya kutemui karang-karang mempesona. Aku sampai tak ingin berhenti menikmatinya. Lalu apa yang kamu lakukan wahai Pohon kelapa?”. Penyu bertanya.
            Pohon kelapa terdiam, ia menunduk tanpa menjawab. “Selama ini, aku tak kemana-mana. Jangankan untuk berjalan, melangkahpun aku tak bisa. Kadang aku marah sendiri, ketika aku melihat betapa segarnya air alut itu, aku ingin berenang seperti kamu, penyu. Akupun ingin sekali bisa terbang seperti pipit. Bisa terbang kemanapun ku suka atau bertemu para petani yang bertanam. Aku ingin sekali seperti kalian, aku iri dengan keadaan kalian. Apakah kalian tahu, betapa hidup itu tidak adil padaku.”.
            Penyu merasa bersalah, ia telah menyakiti hati sahabatnya. Pipit juga tidak enak hati. Mereka berusaha menghibur sahabatnya.
            “Pohon kelapa, maafkan aku”
            “Iya, pohon kelapa. Maafkan aku juga”.
            Pohon kelapa, apakah kamu tahu?. Ketika aku pergi dari desa kita ke desa tetangga,  aku singgah sementara waktu di sebuah tempat. Tempat yang begitu indah lebih indah dari yang pernah kutemui. Di sana aku melihat pohon besar yang berjajar, rapi sekali. Mereka mengelepakkan sayapnya, lebih kuat dari sayapku, mereka juga bernyanyi lebih indah dari nyanyianku. Apakah kamu tahu?, Siapa mereka, mereka adalah POHON KELAPA, sama sepertimu.
            Oh aku juga punya cerita, apakah kalian tahu?, aku suka sekali berenang. Sesekali tenggelam lalu mengapung. Ketika aku mengapung tiba-tiba saja kepalaku terbentur benda bulat agak padat, aku diam saja dan melanjutkan hobyku. Besoknya aku berenang kembali. Lagi-lagi aku bertemu benda itu lagi. Aku tak begitu menghiraukan. Dalam benakku aku bergumam mengapa selalu ada benda ini di laut lepas. Suatu pagi ketika aku berjemur, punggungku tak sengaja menyentuh sesuatu. aih lagi-lagi benda ini. Di lautan ada di pantai ada dimanapun selalu ada. Tapi ini berbeda, benda itu tak lagi bulat saja tapi mengelurkan sesuatu seperti daun. Kamu tahu?, benda itu persis sekali dengan buah yang ada di batangmu, dia adalah BUAH KELAPA.
            Pohon kelapa, kamu jangan bersedih. Kamu memang tak seperti kami, tidak bisa berenang ataupun terbang. Tuhan memang menjadikanmu spesial dengan takdirmu. Lihat saja, tanganmu begitu panjang sehingga matahari tak menyentuh kami, tubuhmu begitu kokoh hingga kuat menopang tubuh nelayan yang berteduh. Tidak hanya itu kadang buahmu yang masak kau hidangkan untuk minuman mereka. Akarmu yang kuatpun menyelamatkan alam kita. Kamu adalah makhluk yang begitu sabar meskipun ombak selalu menghantammu. Kamu tak pernah marah.
            Lalu kenapa kau bilang bahwa Tuhan tidak adil dengan hidupmu?. Tuhan sangat adil kawanku, apakah kamu tahu?, bisa saja pohon-pohon kelapa yang kutemui dan juga yang ditemui Pipit adalah anak-anakmu. Sederhana dan juga kedermawananmu telah membawamu berenang-renang di lautan. Boleh jadi buah kelapa kemarin adalah buahmu, dia begitu semangat menari mengikuti deru air.
            Kalau boleh iri, maka aku dan pipitlah yang harus mengeluh. Bagaimana tidak, kamu telah memberi banyak manfaat bagi alam ini. Kamu begitu dicintai, bahkan dirimu sendiri telah melalang buana ke setiap pelosok Negeri, kamu selau membuahkan kebaikan. Kamu menjatuhkan kebaikan lalu melanglai jauh ke sana. Menyisir pesona dunia.
            Pohon kelapa diam, ia menangis tersedu-sedu. Ia meminta maaf kepada Tuhan. Ia tak lagi mengutuk diri. Tak lagi mengumpat bahwa ia tak berguna. Sebuah perjalanan sahabatnya telah merubah pandangannya. Merubah senyum hambarnya. Ia kembali membahagiakan hidupnya dengan benar-benar bahagia.